Gambar Sampul Agama Kristen · c_Bab III Menjadi Manusia yang Bertanggungjawab
Agama Kristen · c_Bab III Menjadi Manusia yang Bertanggungjawab
Pdt Janse Belandina

22/08/2021 08:36:24

SMA 10 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

31

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Bab

Menjadi Manusia

yang Bertanggung jawab

di Dalam Masyarakat

Bahan Alkitab: Kejadian 3:1-13; Hakim-hakim 13-16; Nehemia 2:1-7;

Matius 25:31-46; Lukas 10:30-37

A. Pengantar

Tentu kalian masih ingat kisah Adam dan Hawa yang dilarang TUHAN

Allah memakan buah dari pohon yang ada di tengah-tengah Taman Eden,

pohon tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat. (Kejadian 3:1-13)

Setelah dikeluarkannya larangan itu, suatu hari ular berjumpa dengan Hawa

dan membujuknya agar ia memakan buah terlarang itu. Mula-mula Hawa

menolaknya, namun ular terus membujuknya. Selanjutnya,

perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap

kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu

ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada

suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.

(Kejadian 3:6)

Setelah mereka berdua memakannya, maka terdengarlah TUHAN Allah

berjalan mendekati mereka. Kedua manusia itu bersembunyi di antara

pepohonan di taman itu. Lalu TUHAN Allah memanggil dan bertanya kepada

manusia itu, “Di manakah engkau?” Ia menjawab, “Ketika aku mendengar,

bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang;

sebab itu aku bersembunyi.”

TUHAN Allah bertanya lebih jauh, “Apakah engkau makan dari buah pohon,

yang Kularang engkau makan itu?” Mendengar pertanyaan ini, terjadilah

sebuah percakapan yang menarik.

III

32

Kelas X SMA/SMK

Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah

yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” Kemudian

berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah

kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku,

maka kumakan.” (Kejadian 3:12-13)

Apa yang kita temukan dalam kisah di atas? Bukankah ini sebuah kisah

yang selalu terjadi, ketika seseorang menolak untuk bertanggung jawab atas

tindakan yang ia lakukan, dan sebaliknya malah saling menyalahkan pihak

lain, dan melemparkan tanggung jawab dari dirinya sendiri kepada yang lain.

Akibat yang ditimbulkannya adalah rusaknya hubungan manusia dengan

Tuhan penciptanya, dan juga dengan sesamanya.

Sekarang, marilah kita menengok pada kisah kehidupan Simson, salah

seorang hakim terkemuka di

kalangan masyarakat Israel. Saat itu,

Israel belum mempunyai seorang

raja seperti bangsa-bangsa yang

lain di sekitar mereka. Kisah Simson

terdapat dalam Kitab Hakim-hakim

13-16. Meskipun bahannya cukup

panjang, namun kisah hidup Simson

menarik dan memikat perhatian

banyak orang Israel.

Setelah membaca cerita itu, coba

tuliskan ringkasan cerita Simson

tersebut di bawah ini:

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Sekarang bahaslah dengan teman-temanmu di sekitar bangkumu, apa

yang terjadi dalam hidup Simson? Apa yang terjadi dengan orang tua Simson?

Apa janji mereka kepada Allah sebelum Simson dilahirkan? Lalu, syarat-syarat

apakah yang diberlakukan terhadap Simson sebagai tanda bahwa ia adalah

seorang pilihan Allah?

Gambar 3.1

Simson bergelut dengan singa

Sumber: http://www.vanitymoments.

com/2012/06/my-hairy-ambitions.html

33

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Dalam Hakim-hakim 14, kita menjumpai kisah Simson di masa hidupnya

sebagai seorang pemuda. Apa yang dikisahkan di situ? Mengapa orangtua

Simson merasa resah ketika Simson ingin menikah dengan seorang gadis

Filistin yang cantik? Dalam kisah ini digambarkan Simson berulang kali jatuh

cinta kepada gadis Filistin. Siapakah orang-orang Filistin itu? Mengapa ini

menjadi masalah?

Setelah membaca semua pasal dari kisah Simson ini, coba diskusikan dengan

temanmu apakah Simson telah menjadi pemimpin yang baik? Mengapa kamu

mengatakan demikian? Bagaimana cara kamu menilai kehidupan Simson?

B.

Arti Tanggung jawab

Tema kita dalam pelajaran ini adalah “Menjadi Manusia yang Bertanggung

jawab di Dalam Masyarakat.” Dalam kata “bertanggung jawab” terkandung dua

kata yang penting, yaitu “tanggung” dan “jawab.” Dalam bahasa Inggris, kata

“tanggung jawab” diterjemahkan menjadi “responsibility” yang dibentuk dari

dua kata, yaitu “response” dan “ability”, yang masing-masing berarti “jawaban”

dan "kemampuan.” Dengan kata lain, di dalam kata “responsibility” terkandung

makna “kemampuan untuk menjawab kepada orang lain atas akibat-akibat

yang ditimbulkan oleh tindakan kita.” Di sini kita melihat ada kesamaan makna

kata “responsibility” dengan “tanggung jawab” dalam bahasa Indonesia.

Keduanya sama-sama menuntut kemampuan dan kesediaan seseorang untuk

menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya.

Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt pernah mengucapkan sebuah

ungkapan yang berbunyi, “The buck stops here.” Artinya, “Uang itu berhenti di

sini.” Dalam ungkapan ini terkandung pernyataan, “Sayalah yang bertanggung

jawab; jangan melempar-lemparkan terus masalah ini ke orang-orang lain.”

Roosevelt ingin menunjukkan, bahwa meskipun mungkin masalah atau suatu

kesalahan dilakukan oleh salah seorang bawahannya, sebagai seorang atasan,

dialah yang layak dipersalahkan.

Sekarang, coba bandingkan dengan kasus ini:

Pada Maret 2009, seorang perempuan berusia 62 tahun dituduh mencuri uang

lebih dari US$ 73.000 dari gerejanya di negara bagian Washington, AS. Ketika

para detektif menginterogasinya, ia mengatakan kepada mereka, “Setan

berperanan besar dalam pencurian itu.” (Marvin Williams, “The Devil Made Me

Do It,” Our Daily Bread, 5 Agustus 2010).

34

Kelas X SMA/SMK

Berapa sering kita mempersalahkan orang lain untuk kesalahan yang kita

perbuat? Dalam kasus ini, si pencuri mempersalahkan Setan sebagai pihak

yang paling penting peranannya sehingga ia memutuskan untuk mencuri.

Coba lihat dalam berbagai kasus di

pengadilan. Banyak yang terdakwa seringkali

melemparkan kesalahannya kepada orang lain.

Baru-baru ini seorang pejabat tinggi kepolisian

dijatuhi hukuman penjara karena dituduh

melakukan korupsi hingga milyaran rupiah

di bidang yang menjadi tanggung jawabnya,

yaitu proyek pengadaan simulator SIM (surat

izin mengemudi). Dalam pembelaannya, Irjen

Pol. Djoko Susilo mengaku bahwa ia tidak

teliti dalam mengawasi pekerjaan di tempat

kerjanya. Ia mengatakan, “Saya langsung

menandatangani setiap dokumen atau surat

yang diberikan kepada saya.” Jadi, Irjen Polisi itu

tidak mengakui bahwa ia telah dengan sengaja

mengkorup anggaran negara. Ia hanya sekadar

lalai karena kesibukannya banyak. “Saya menyadari sepenuhnya dalam kasus

saya ini telah terjadi kelemahan manajerial,” kata jenderal bintang dua itu.

(

Atjeh Post

, “Kasus simulator SIM,” 27 Agustus 2013)

Apa yang kita temukan di sini adalah pengakuan akan kesalahan yang

lebih kecil (“kelalaian”) ketimbang kesalahan yang lebih besar (“korupsi”),

karena yang bersangkutan tidak mau dipersalahkan untuk tuduhan yang

dikenakan kepadanya. Kembali di sini kita menemukan kasus penolakan untuk

bertanggung jawab atas tugas yang telah diembankan kepadanya, yakni

memastikan bahwa seluruh pekerjaan yang ada di bawah kendalinya berjalan

dengan baik, tertib, dan bersih. Soal salah atau tidaknya si terdakwa dalam

kasus ini, bukanlah urusan kita. Yang penting kita pelajari ini adalah sikap orang

ketika menghadapi sebuah tuduhan.

C.

Tanggung jawab dan Kedewasaan

Kedewasaan dapat dilihat dari tanggung jawab seseorang terhadap apa

yang ia kerjakan di dalam hidupnya. Misalnya, pada usia mudanya, setiap

orang bertanggung jawab untuk belajar. Mengapa? Inilah waktunya mereka

mempersiapkan diri untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar,

sumber: Gallery Qu, http://

awidyarso65.wordpress.com/2008.

Gambar 3.2

Kaya karena korupsi?

Haram!

35

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

yaitu menjalani kehidupannya di tengah masyarakat, dan berperan dalam

menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kehidupan masyarakat yang

lebih baik.

D.

Tanggung jawab dalam Membangun Masyarakat

Setiap orang adalah bagian dari kelompok yang lebih besar yang bernama

keluarga. Dan setiap keluarga adalah bagian dari masyarakat. Sebagai individu,

setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk membangun kelompoknya,

yaitu keluarga dan masyarakat. Sebagai orang Kristen, sudah tentu kita

mempunyai kelompok yang lain di dalam hidup kita, yaitu gereja. Ini berarti

bahwa kita masing-masing terpanggil untuk menyumbangkan peranan kita

bagi pembangunan keluarga, gereja, dan masyarakat kita.

Sumbangan ini tentu sebanding dengan tingkat usia, kedewasaan dan

kemampuan kita masing-masing. Sewaktu kita masih kecil, kita masih lebih

banyak menerima bantuan dari orang-orang di sekitar kita untuk bertumbuh

dan berkembang menjadi anggota keluarga, masyarakat, dan gereja yang baik.

Namun hal ini tidak boleh berlangsung terus-menerus dengan cara demikian.

Pada saatnya kelak kita akan dituntut untuk menyumbangkan peranan yang

semakin besar.

Sekarang, bandingkan dengan seorang pemalas yang tidak mau

menggunakan waktunya untuk mempersiapkan diri untuk terjun ke dalam

masyarakat kelak. Apa yang akan terjadi kelak? Ketika ia menjadi dewasa,

mungkin sekali ia tidak mampu memberikan kontribusi yang besar kepada

masyarakat luas. Bahkan besar kemungkinan ia malah akan menjadi beban

masyarakat – misalnya, menjadi pengemis, atau menjadi warga masyarakat

yang kurang produktif.

Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat pernah berkata kepada

rakyatnya, “Don’t ask what your country can do for you. Ask what you can do

for your country.” Artinya, “Jangan bertanya apa yang dapat diberikan oleh

negaramu kepadamu, tetapi tanyakanlah dirimu sendiri, apa yang dapat kamu

berikan kepada negaramu.”

Jelas ini adalah anjuran yang sangat tepat bagi warga masyarakat yang

sudah menjadi dewasa dan matang. Mereka tidak boleh hanya menunggu apa

yang akan diberikan oleh pemerintah dan negara kepada mereka. Sebaliknya,

mereka harus bertanya kepada diri mereka sendiri, apa yang dapat mereka

lakukan bagi negara mereka. Hal yang sama juga berlaku bagi keluarga dan

gereja kita.

36

Kelas X SMA/SMK

Dalam lingkaran yang lebih luas, kamu harus belajar bahwa kita tidak hidup

sendirian. Kamu harus paham bahwa apa yang kita lakukan di sekolah, atau

di kota maupun desa sendiri, bisa mempunyai akibat yang luas terhadap

orang lain. Mungkin kamu pernah melihat anak-anak remaja yang bermain

ketapel atau senapan angin untuk menembaki burung-burung liar, bajing,

dan binatang-binatang lainnya. Untuk apa? Tidak ada tujuan apa-apa! Hanya

kesenangan atau iseng saja. Dan kesenangan atau tindakan iseng-iseng itu

telah menyebabkan makhluk-makhluk lain mati dengan sia-sia.

Pada tahun 2011 sebuah perusahaan kelapa sawit dari Malaysia membunuh

puluhan orangutan di Kalimantan Barat karena binatang yang terancam

kepunahan itu dianggap sebagai hama dan pengganggu tanaman mereka.

Padahal justru perkebunan sawit itulah yang telah masuk dan merampas ruang

hidup binatang-binatang itu.

Hancurnya hutan dan musnahnya satwa liar di Indonesia tidak memberikan

kerugian apapun pada Malaysia. Sebaliknya, malah memberikan keuntungan

bagi Malaysia. Dunia akan mengenal industri kelapa sawit Indonesia itu

brutal dan pada akhirnya dihindari konsumen. "Mereka akan membeli sawit

Malaysia. Sawit Indonesia harus dijual dulu dan dilabeli ramah lingkungan

di Malaysia agar bisa laku di pasar dunia." (Medan Tribunnews, “Malaysia

Berperan Membantai Orangutan di Kalimantan”, 22 Nov. 2011).

Ada orang-orang yang punya banyak uang dan merasa bahwa mereka bisa

membeli apa saja semau mereka. Di beberapa wilayah di Pulau Jawa, orang-

orang seperti ini banyak membangun vila-vila mewah di pegunungan tanpa

izin dan tanpa memperhatikan kerusakan yang mungkin ditimbulkannya

terhadap keseimbangan alam. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya daya

serap air di pegunungan, sehingga air mengalir lebih cepat ke kaki gunung dan

kota-kota di dataran rendah lalu masuk ke laut. Akibatnya, terjadilah banjir di

mana-mana.

Di dalam Alkitab kita menemukan kisah Nehemia, seorang bangsa Yehuda,

yang diangkat menjadi juru minum Raja Artahsasta dari Persia. Ini adalah

jabatan yang sangat strategis dan terhormat. Tentu banyak orang yang sangat

menginginkan agar dirinya diangkat raja untuk menduduki jabatan itu. Namun

suatu hari baginda mengamati bahwa Nehemia tampak muram mukanya. Raja

bertanya, apa yang mengganggu pikirannya. Nehemia pun menceritakan

kegundahan hatinya. “Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota,

tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-

pintu gerbangnya habis dimakan api?” (Nehemia 2:3)

37

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Mendengar jawaban itu raja bertanya, apa yang bisa baginda lakukan untuk

menolongnya. Nehemia menjawab, “Jika raja menganggap baik dan berkenan

kepada hambamu ini, utuslah aku ke

Yehuda, ke kota pekuburan nenek

moyangku, supaya aku membangunnya

kembali.” Apa arti jawaban Nehemia ini?

Ini berarti Nehemia ingin melepaskan

jabatannya di istana raja, dan pergi ke

Yerusalem untuk membangun kembali

negeri leluhurnya. Bayangkan! Sebuah

jabatan yang begitu tinggi, penting,

dan strategis yang dimiliki Nehemia,

tentunya menghasilkan pendapatan

yang tinggi baginya. Belum lagi

berbagai kesempatan istimewa yang

bisa ia nikmati. Namun kini Nehemia

bersedia melepaskan semua itu,

demi keyakinannya akan tugas dan

panggilannya untuk membangun

kembali tanah airnya!

Gelisah Anak Bangsa di Luar Negeri

Ada banyak orang Indonesia yang belajar atau bahkan berkarya di luar negeri.

Banyak di antara mereka yang menghadapi kegelisahan ketika berhadapan

dengan pilihan, apakah mereka akan terus tinggal di luar negeri, atau kembali

ke tanah air – seperti Nehemia – untuk mengabdikan diri bagi bangsa dan

tanah air.

Berikut ini adalah cuplikan sebuah tulisan yang melukiskan kegelisahan itu:

“Kembali Mengabdi ke Tanah Air atau Berkarya di Luar Negeri?”

Setiap mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri pasti ingin

berkontribusi dalam pembangunan di tanah air tercinta. Namun ada

berbagai tantangan dan pertimbangan yang kadang membuat mereka

gamang untuk kembali. Diskusi bulanan yang diadakan PPI Stockholm

beberapa waktu lalu berusaha membahas berbagai tantangan tersebut.

Dari diskusi tersebut banyak tantangan mencuat, seperti ilmu yang kita

dapatkan selama studi belum dapat sepenuhnya diimplementasikan di

negeri kita. Tantangan lain adalah penempatan kita yang kurang sesuai

Gambar 3.3

Nehemia membangun

kembali Yerusalem

Sumber: http://mosaicboston.com.

38

Kelas X SMA/SMK

dengan keahlian. Ada beberapa kisah di mana ilmu dan pos di mana kita

ditempatkan jauh panggang dari api.

Bagi yang sudah berkeluarga, setelah merasakan pendidikan yang bagus

dan gratis di negeri orang, tentu berharap hal yang sama di negeri kita.

Belum adanya perhatian yang besar dari pemerintah terhadap riset

membuat beberapa ilmuan berfikir ulang untuk kembali ke Indonesia.

Suasana kerja yang sangat berbeda juga menjadi kendala lain. Bahkan

ada situasi di mana kembalinya kita malah dianggap sebagai saingan

oleh rekan-rekan di tanah air. Masih banyak lagi tantangan yang ada

yang semuanya menjadi “culture shock” bagi mereka yang ingin “pulang

kampung.”

Lalu apa yang harus dilakukan? Pulang tanpa persiapan, alias terjun bebas?

Atau tetap tinggal dan berkarir di negeri orang? (Setia Pramana, “Kembali

Mengabdi ke Tanah Air atau Berkarya di Luar Negeri?” dalam Kompasiana,

15 Juli 2013)

Kegelisahan yang diungkapkan dalam tulisan di atas tampaknya mengusik

sebagian orang yang merasa ingin melaksanakan tanggung jawabnya di tanah

air tercinta, namun merasa sulit mengambil keputusan untuk itu karena merasa

kurang diterima oleh lingkungan barunya di Indonesia kelak. Jadi, apa yang

harus dilakukan untuk mengatasi hal ini?

E.

Tanggung jawab terhadap Sesama

Sebagai bagian dari masyarakat kita semua mempunyai tanggung jawab

terhadap sesama. Tuhan Yesus pernah berkata,

Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus,

kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku

tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku

sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku

(Mat. 25:35-36).

Ini adalah sesuatu yang dituntut dari setiap orang, bukan hanya orang

Kristen. Malah dari ucapan Tuhan Yesus ini tampak bahwa sekadar percaya

kepada Tuhan itu tidak cukup apabila kita tidak melakukan semua tindakan

kepedulian terhadap orang lain. Jadi, kita wajib mengasihi, melayani, menolong

orang-orang yang menderita – apapun juga suku, agama, kelas sosial, statusnya

di masyarakat, dll., sebab Kristus juga hadir di dalam mereka.

39

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Tanggung jawab itu juga diperlihatkan oleh Yesus dalam perumpamaan-

Nya tentang Orang Samaria yang Murah Hati (Luk. 10:30-37). Dalam kisah ini

digambarkan bahwa imam dan si orang Lewi tidak memperlihatkan kepedulian

mereka terhadap penderitaan sesama mereka. Namun – inilah yang menarik

dari perumpamaan ini – Yesus justru menunjukkan bahwa si orang Samaria,

yang biasanya diejek dan dihina oleh orang Yahudi, mampu memperlihatkan

kepeduliannya kepada si korban yang sudah setengah mati dipukuli oleh para

penyamun.

Tanggung jawab terhadap orang lain ini juga semakin disadari bahkan

di tingkat internasional. Di masa lalu, berdasarkan Perjanjian Perdamaian

Westphalia, yang ditandatangani pada 1648, negara-negara di dunia mengakui

adanya “hak untuk menentukan nasib sendiri” yang dimiliki oleh setiap negara.

Pemahaman yang tadinya kedengaran bagus, belakangan mulai disadari

kekurangannya ketika sebuah negara menginjak-injak hak asasi rakyatnya

sendiri. Apakah negara-negara lain berhak ikut campur dan memprotes

kebijakan negara itu?

Di masa kini, negara-negara semakin sadar bahwa mereka tidak dapat

berdiam diri begitu saja ketika rakyat di suatu negara lain mengalami penindasan

dan tekanan dari pemerintahnya sekalipun. Prof. Saban Kardas, pakar politik

dari

TOBB University of Economics and Engineering

di Turki mengatakan,

Di masa pasca-Perang Dingin, muncullah suatu pemahaman bersama

bahwa mempertahankan otonomi tidaklah boleh dilihat sebagai tujuan

itu sendiri di dalam batas-batas negara yang berdaulat. Kofi Annan

merefleksikan pemahaman yang baru ini dengan menyatakan bahwa

Kedaulatan negara, dalam pemahamannya yang paling mendasar, sedang

didefinisikan kembali – tidak kurang oleh kekuatan-kekuatan globalisasi

dan kerja sama internasional. Negara-negara kini dipahami secara luas

sebagai alat-alat yang harus digunakan untuk melayani rakyatnya,

bukan sebaliknya. Pada saat yang sama, kedaulatan individu – yaitu

apa yang saya maksudkan sebagai kemerdekaan mendasar dari setiap

individu, yang dilindungi di dalam Piagam PBB dan perjanjian-perjanjian

internasional yang dibuat sesudah itu – telah diperkuat oleh kesadaran

baru dan yang meluas tentang hak-hak individu. Bila kita membaca

piagam ini sekarang, maka kita akan semakin sadar bahwa tujuannya

adalah untuk melindungi setiap pribadi manusia, bukan untuk melindungi

mereka yang menzoliminya. (Saban Kardas, “Humanitarian Intervention as

a ‘Responsibility to Protect’: An International Society Approach”)

40

Kelas X SMA/SMK

Itulah sebabnya ketika pemerintah Cina melakukan kekerasan dan

bahkan pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa di lapangan Tienanmen

pada 1989, banyak negara di dunia mengecam pemerintah tersebut. Pada

tahun 2011, Presiden Libya, Muammar Khadafi, memerintahkan pasukannya

menumpas para demonstran, sehingga rezimnya dikucilkan oleh dunia.

Akhirnya, pemerintahannya runtuh,

dan Khadafi menemukan ajalnya

dengan menyedihkan karena dibunuh

oleh rakyatnya sendiri (VivaNews,

“Rezim Khadafi Mulai Dikucilkan”, 23

Februari 2011).

Dari sini kita dapat melihat

betapa luasnya pemahaman yang

dikembangkan dalam Kekristenan -

dari tanggung jawab pribadi terhadap

keluarga berkembang menjadi

tanggung jawab terhadap orang

lain, bahkan juga bangsa-bangsa

lain di dunia. Kita perlu mengingat

kata-kata Dr. Martin Luther King, Jr.,

seorang tokoh hak asasi manusia dari

Amerika Serikat, yang mengatakan,

“Ketidakadilan di manapun juga,

adalah ancaman terhadap keadilan di

mana-mana.”

Diskusi

Diskusikan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan teman-temanmu!

1.

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawa saling melepaskan tanggung

jawab mereka setelah TUHAN Allah mengetahui bahwa mereka telah

melanggar perintah Allah?

2.

Andaikata kamu menjadi Simson di masa kini, apakah ceritamu akan berbeda

dengan cerita Simson? Kalau tidak, mengapa? Kalau ya, bagaimana?

3.

Apa kaitan antara kata-kata Presiden John F. Kennedy dengan apa yang

dilakukan oleh Nehemia?

Gambar 3.4

Banjir darah di Beijing ketika

tentara Tiongkok berusaha menghentikan

demonstrasi di Lapangan Tiananmen.

Sumber: http://www.anntelnaes.com.

41

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

4.

Kalau kamu menjadi Nehemia, menikmati jabatan yang tinggi di negeri

asing, maukah kamu melepaskannya demi membangun masyarakat kamu

atau gereja kamu di tanah air? Jelaskan alasan-alasan bagi jawabanmu itu!

5.

Buatlah sebuah rencana untuk mengajak teman-temanmu di gereja

untuk memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang kepada orang lain,

meskipun kalian tidak mengenal orang itu.

G. Rangkuman

Dalam bahan ini kita telah belajar apa artinya menjadi dewasa dan hidup

bertanggung jawab di tengah masyarakat. Tanggung jawab itu harus tampak

dalam kehidupan kita di tengah keluarga, masyarakat, maupun gereja. Kita

juga melihat bahwa ternyata kita pun harus peduli dan ikut bertanggung

jawab untuk menyuarakan teguran terhadap bangsa dan negara lain sekalipun,

apabila kita melihat bahwa rakyat atau segolongan rakyat di negara itu

diperlakukan dengan tidak adil dan ditindas dengan sewenang-wenang.

H. Penutup

„

Doa Penutup

Tuhan, tolonglah aku untuk bertumbuh menjadi manusia yang

bertanggung jawab kepada keluarga, masyarakat, dan gereja kami.

Janganlah membiarkan kami bertumbuh menjadi manusia yang

egois, melainkan ajarkanlah kami untuk rela berbagi dengan sesama

kami yang kurang beruntung. Dalam nama Yesus Kristus kami

menaikkan doa ini. Amin.

Dalam lingkaran yang lebih luas,

kamu harus belajar bahwa kita tidak

hidup sendirian. Kamu harus paham

bahwa apa yang kita lakukan di

sekolah, atau di kota maupun desa

sendiri, bisa mempunyai akibat yang

luas terhadap orang lain. Mungkin

kamu pernah melihat anak-anak

remaja yang bermain ketapel atau

senapan angin untuk menembaki

burung-burung liar, bajing, dan

binatang-binatang lainnya. Untuk

apa? Tidak ada tujuan apa-apa! Hanya

kesenangan atau iseng saja. Dan

kesenangan atau tindakan iseng-iseng

itu telah menyebabkan makhluk-

makhluk lain mati dengan sia-sia.